nusakini.com - Sebagai negara tropis yang memiliki keanekaragaman bunga, Indonesia makin berbenah diri. Tidak hanya untuk budidaya dan pengembangan keanekaragaman, upaya pengembangan perniagaan bungapun makin gencar dilakukan. Ini terlihat jelas saat Dirjen Hortikultura Kementeriam Pertanian, Suwandi, melakukan kunjungan ke beberapa persemaian bibit dan bunga di Kabupaten Cianjur, Jawa Barat, pada Sabtu, 1 September 2018.

Contoh menariknya adalah bunga krisan. Dulu, krisan atau seruni identik sebagai tanaman hias negara empat musim. Jika musim semi tiba, warna warni krisan menghiasi berbagai negara, misalnya Cina, Jepang, Korea dan Belanda. Indonesia sendiri hanya memiliki spesies terbatas yang tumbuh di daerah sejuk, misalnya di Tomohon (Sulawesi Utara) dan Brastagi (Sumatera Utara).

Namun kini, krisan sudah makin dibudidayakan di Indonesia. Tidak hanya itu, penjualan krisan, utamanya dalam bentuk bibit, makin berkembang. Bahkan sekarang, ekspor krisan Indonesia jauh melebihi jumlah impornya. Sebut saja ke Jepang.

Perdagangan krisan memang strategis jika dilakukan ke negara-negara Asia Timur yang memiliki tradisi lekat dengan flora ini. Di Jepang misalnya, krisan adalah bunga simbol negara. Di halaman depan paspor Jepang tertera gambar krisan. Di negara matahari terbit ini, krisan digunakan dalam berbagai peristiwa, misalnya dalam upacara kematian.

Peluang bisnis inilah yang cerdas ditangkap oleh Indonesia. Momen ini dimulai saat krisis terjadi. Saat krisis ekonomi menerpa berbagai negara, termasuk Indonesia, permintaan impor krisan menurun jauh. Namun krisis ini malah berbuah manis bagi perkembangan krisan di Indonesia. Sejak 1997-1998, mulailah dikembangkan budidaya krisan di tanah air. Balai Penelitian Taman Hias (Balithi), Kementerian Pertanian, memegang peranan penting dalam upaya membudidayakan krisan ini.

Profesor Bud Marwoto, seorang pemulia tanaman hias dari Kementerian Pertanian, menjelaskan upaya keras para pemulia Indonesia untuk membudidayakan krisan. Bibit luar diteliti, disilang, dan kemudian lahir berbagai jenis krisan yang sebelumnya belum pernah dikenal. Sebut saja krisan Velma, Azzura, Merahayani dan Pasopati. Pembudidayaan ini semua bisa dilakukan dalam waktu empat tahun.

Berbagai jenis krisan tersebut, dalam beberapa tahun terakhir, bisa membalik pola niaga, dari sebelumnya tergantung impor, menjadi ekspor. Kini tercatat Indonesia bisa meraup devisa hampir satu trilyun pertahun dari hasil ekspor krisan. Negara tujuan utama adalah Jepang, yang sebelumnya merupakan negara pengimpor krisan untuk Indonesia.

Salah satu eksportir krisan adalah PT Transplants Indonesia, yang berada di Cianjur, Jawa Barat. Perusahaan ini menjalin kerjasama permodalan dengan salah satu koperasi di Jepang dalam usaha ekspor bibit krisan. Saat kami datang, nampak sekitar 30 perempuan sedang bekerja. Mereka memilih bibit krisan yang bagus, lalu memasukkannya ke dalam plastik. Selanjutnya bibit ini akan diekspor ke Jepang.

Perwakilan koperasi Jepang di perusahaan tersebut, Miyazato, menjelaskan bahwa setiap tahun antara 12-13 juta bibit krisan diekspor ke Jepamg. Dan pasar krisan ke negara-negara Asia Timur, utamanya, Jepang, tidak akan pernah jenuh mengingat bunga ini sudah merupakan bunga simbol dan budaya di sana.

Tidak hanya krisan, berbagai jenis bunga impor juga sudah bisa dikembangkan di Indonesia, misalnya lily. Bunga ini memamg bibitnya semula diimpor dari Belanda. Namun kemudian ditanam dan dikembangkan oleh beberapa pengusaha lokal. Salah satunya adalah PT Merlimba Sentra Agrotama yang berlokasi di Cianjur, Jawa Barat. Meski baru menjangkau pasar lokal, seperti Jakarta dan Bali, harga jual bunga lily tergolong tinggi. Seikat bunga dijual antara Rp 100 - 135 ribu.

Selain krisan dan lily, contoh lain yang tidak kalah menarik adalah anggrek, Akan halnya anggrek, Indonesia sendiri dikenal memiliki variasi anggrek terbesar di dunia. Seperlima dari total anggrek dunia merupakan spesies lokal. Namun, ada beberapa jenis anggrek lokal yang sudah tergolomg langka. Sebut saja anggrek hitam Kalimantan dan anggrek Papua. Karenanya upaya budidaya juga menjadi sangat krusial untuk mencegah kepunahan spesies lokal.

Selain itu, anggrek juga dikembangkan melalui persilangan, baik dengan sesama spesies lokal, maupun luar. Salah satu tujuan keanekaragaman ini adalah untuk memperbanyak jenis anggrek, juga untuk keperluan bisnis. Manajer PT Merlimba Sentra Agrotama, Hadi Hidayat, memaparkan satu polibag anggrek dijual antara Rp 100 sampai 180 ribu. Betul betul menggiurkan.

Dari kunjungan ini, bisa disimpulkan bahwa budidaya bunga makin berkembang di Indonesia dan membawa banyak keuntungan. Selain untuk mencegah dari kepunahan, pengayaan spesies juga menjanjikan kentunngan bisnis yang sangat menjanjikan. (tami)